Minggu, 17 November 2019

Kemampuan Berpikir Kritis



 Pendahuluan

Dalam (Fadhiila, Sunarso, and Aji 2016) dijelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis menjadi penting, ketika kita harus hidup dalam masyarakat yang majemuk. Kemampuan berpikir ini akan membuat siswa tidak dengan mudah melakukan penghinaan atau penilaian yang salah terhadap kelompok-kelompok yang tidak satu aliran dengan mereka. Oleh karena itu diperlukan sebuah pendidikan multikultural yang juga dapat membantu siswa meningkatkan kemmapuan berpikir kritis. Masalah-masalah yang dirancang bagi siswa akan membuat pemahamannya tentang keberagaman bertambah. Sebagai upaya pemahaman terhadap keberagaman diperlukan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis akan membantu dalam upaya-upaya penyelesaian masalah. Guru dan siswa membutuhkan bahan ajar yang dapat digunakan secara praktis. Tidak hanya praktis, bahan ajar tersebut juga mampu dengan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir siswa. Kemampuan berpikir kritis akan membuat siswa mampu berpikir secara logis. Melalui cara berpikir logis siswa akan mampu menganalisis kondisi sekitar. Siswa akan lebih mampu memahami lingkungannya dan bersikap sebagaimana fungsinya sebagai anggota masyarakat.
Dalam (Novikasari 2009) dijelaskan bahwa salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa. Hal ini nampak dari rerata hasil belajar siswa yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Di pihak lain secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar siswa, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini kelas cenderung teacher centeredsehingga siswa pasif. Guru hanya menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain, tanpa dilakukan strategi pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif.
Dalam (Fakhriyah, -, and Roysa 2016) dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran dalam upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas harus dimulai dari sekolah dasar. Pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan di tingkat selanjutnya, haruslah mampu berfungsi mengembangkan potensi diri siswa dan juga sikap serta kemampuan dasar yang diperlukan siswa untuk hidup dalam masyarakat, terutama untuk menghadapi perubahan -perubahan dalam masyarakat, baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi, sosial maupun budaya, di tingkat lokal maupun global. Pendidikan mengharapkan bahwa melalui proses pembelajaran yang sering menghadapkan siswa dalam suatu permasalahan, kemampuan pemecahan masalah siswa akan berkembang. Belajar hafalan kurang memberdayakan kemampuan berpikir siswa, sehingga implikasinya adalah kemampuan pemecahan masalah siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Salah satu upaya menyiapkan generasi yang berkualitas ditingkat pendidikan dasar, maka siswa perlu dibekali dengan membiasakan budaya berpikir kritis dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran tematik. Hal ini sesuai dengan amanat kurikulum 2013 pada sekolah dasar, bahwa pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan scientific. Pembelajaran tematik meskipun agak rumit, sebenarnya mudah diterapkan dalam pembelajaran siswa sekolah dasar. Dengan pembelajaran tematik siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengolah kreativitasnya dalam belajar agar menjadi lebih bermakna dan dapat mengasah kecerdasan anak. Selain dengan konsep pembelajaran tematik terpadu, diperlukan juga model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, kritis, mampu memecahkan masalah dan menggabungkan beberapa konsep. Salah satunya adalah model pembelajaran problem based instruction dengan pendekatan scientific dimana dalam pendekatan scientific terdapat aktivitas seperti mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Dalam pendekatan ini diharapkan siswa mampu berpikir kritis dan analitis. Model pembelajaran problem- based instruction (PBI) dapat membantu siswa berlatih untuk dapat menggunakan berbagai konsep, prinsip dan keterampilan yang telah dipelajari atau sedang dipelajarinya untuk memecahkan masalah bahkan untuk memecahkan masalah sehari-hari. Dengan penerapan model PBI, banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa. Sehingga memotivasi siswa untuk bisa menemukan dan memahami konsep dengan pembelajaran tematik. Selain itu, kemampuan berpikir kritis setiap individu berbeda-beda, tergantung pada stimulus atau latihan yang sering dilakukan. Kemampuan berpikir kritis tidak dapat berkembang seiring dengan perkembangan jasmani tiap individu. Dengan melatih dan membiasakan berpikir kritis, diharapkan siswa mampu membedakan antara informasi yang baik dan buruk, serta dapat mengambil keputusan yang tepat dan tanggung jawab terhadap informasi yang didapatkannya melalui berpikir kritis. Sehingga siswa dapat mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thinking). Untuk analisis kemampuan berpikir kritis siswa meliputi; kemampuan mengidentifikasi dan menganalisis masalah, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan menentukan solusi yang tepat. Hal itu dapat teramati dari aktivitas siswa mengajukan pertanyaan, memberi saran dan mengemukakan pendapat pada proses pembelajaran berlangsung dengan empat aspek berpikir kritis yang digunakan, yaitu memberikan penjelasan sederhana, kemampuan menganalisis sebab- akibat, kemampuan membandingkan dan membedakan, serta kemampuan menyimpulkan.
Dalam (Hartini 2017) dijelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk mewujudkan kehidupan manusia yang maju dan sejahtera. Hal ini dikarenakan kesejahteraan bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi juga sumber daya pada modal intelektual dan sosial. Berdasarkan hasil observasi di sekolah dasar, saat ini proses pembelajaran masih menggunakan model-model pembelajaran yang konvensional seperti ceramah dan penugasan. Sehingga proses pembelajaran berlangsung monoton serta siswa kurang dapat mengeksplorasi kemampuan yang ada pada dirinya. Selain itu penggunaan media pembelajaran juga masih sangat jarang. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang digunakan belum mampu menampung serta memfasilitasi seluruh kemampuan belajar tiap siswa yang berbeda satu sama lain. Perlu adanya pembenahan serta kreativitas supaya pembelajaran dapat lebih menarik siswa sebagai subjek utama pembelajaran dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada siswa. Penggunaan model project based learning diharapkan dapat member kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam membangun empat pilar pembelajaran, karena pemahaman siswa dapat meningkat (learning to know) melalui proses bekerja ilmiah (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together), sehingga kemandirian belajar pada siswa akan tercapai (learning to be).
Dalam (Vasarhelyi 2017) dijelakan bahwa tujuan pembelajaran yang diharapkan belum tercapai. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan peneliti menawarkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan kritis peserta didik.
Pembahasan
Hasil pengembangan bahan ajar kelas IV berbasis PBL bermuatan pendidikan multikultural telah divalidasi dan dalam kategori valid. Pembelajaran dengan perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP dan bahan ajar menunjukkan dapat dilaksanakan dengan baik. Respon siswa mengenai pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar sangat positif dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga dapat diisimpulkan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran tersebut memenuhi kriteria praktis. Implementasi pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD bermuatan pendidikan karakter pada materi pecahan desimal kelas V efektif. Hasil penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan model cooperative learning tipe STAD bermuatan pendidikan karakter pada materi pecahan desimal kelas V ini menghasilkan perangkat pembelajaran yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. (Fadhiila, Sunarso, and Aji 2016)
Pengembangan pembelajaran matematika open-ended dengan model student centered di kelas untuk dapat meningkatkan daya kritis anak, dibutuhkan seorang guru yang kreatif. Problem oleh guru diformulasikan sehingga memiliki multijawaban benar, artinya problem disusun secara tak lengkap atau disebut juga problem terbuka. Kegiatan pembelajaran harus dapat membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Problem open-ended beracuan pada tipe pengetahuan, tingkat kompleksitas berpikir matematika dan tingkat berpikir kreatif pada berbagai dimensi (kelancaran/kefasihan, fleksibilitas, kompleksitas dan kreativitas). Dasar-dasar pengembangan daya kritis berupa keinginaan untuk bernalar, keinginan untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari kebenaran dapat dilatih dengan memberi problem matematis secara kontinu oleh guru. (Novikasari 2009)
Berpikir adalah bertanya, bukan berarti orang yang diam tidak bertanya. Jadi dalam kegiatan bertanya itu apakah dalam hati atau mengeluarkan pertanyaan pada saat belajar, maka seseorang itu sudah dikatakan menggunakan kemampuan berpikirnya. Cara mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis pelajar terhadap materi pelajaran, penggunaan bahasa, menggunakan struktur logika berpikir logis, menguji kebenaran ilmu pengetahuan, dan pengalaman dari berbagai aspek akan memberikan ganjaran kepada mereka untuk menjadi pelajar yang mandiri. Kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan dengan penerapan pembelajaran tematik model pembelajaran PBI meliputi kemampuan memberikan penjelasan secara sederhana, kemampuan memberikan penjelasan lanjut, kemampuan membandingkan dan membedakan serta kemampuan menyimpulkan. Pada kelas eksperimen kemampuan berpikir kritis yang dimilki siswa telah berkembang dengan baik, akan tetapi masih ada beberapa beberapa siswa yang tergolong mempunyai kemampuan berpikir kritis cukup. Beberapa siswa yang tergolong mempunyai kemampuan berpikir kritis cukup disebabkan siswa merasa sulit dalam bertanya maupun menjawab pertanyaan guru. Siswa masih bingung dan belum tepat dalam menganalisis sebab-akibat pada pokok materi menjelaskan sikap-sikap yang harus dilakukan baik oleh warga sekitar maupun para pengunjung dalam melestarikan tempat wisata dan selama berada di tempat wisata dan menjelaskan dampak kerusakan yang terjadi terhadap kesejahteraan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. (Fakhriyah, -, and Roysa 2016)
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, penggunaan model project based learning sesuai dengan komponen pembelajaran yangideal bagi siswa. Dengan pemilihan rancangan strategi yang dapat disesuaikan dengan kondisi kelas, guru dapat mengakomodir berbagai kemampuan siswa. Penggunaan project based learning dalam pembelajaran ini juga diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dialami anak diantaranya: 1) memiliki prestasi rendah; 2) mempunyai daya ingat rendah; 3) kurang memperhatikan; 4) mempunyai kecepatan belajar yang lebih lambat dibandingkan teman yang lain; 5) membutuhkan rangsangan yang lebih banyak untuk mengerjakan tugas; dan 6) mengalami masalah adaptasi dan hubungan sosial di kelas. Pertama, dengan strategi model project based learning, jiwa kompetitif anak akan terpacu dengan sistem berkelompok, guru harus menyiapkan rubrik penilaian yang cermat sehingga prestasi belajar siswa dapat terukur sesuai kemampuannya. Kedua, dengan belajar proyek anak akan mengingat lebih lama dikarenakan informasi dia peroleh berdasarkan pengalaman langsung. Ketiga, dengan model ini anak akan fokus pada proyek bersama dan berkoordinasi dengan teman kelompoknya untuk memecahkan proyek yang diberikan guru. Keempat, dengan strategi pembelajaran ini anak juga terbantu dengan diskusi dan tentor teman sebaya. Kelima, rangsangan diberikan berupa media-media konkrit yang disampaikan oleh guru. Terakhir, dengan model ini anak akan melakukan interaksi sosial yang menuntutnya untuk terlibat aktif selama pembelajaran, diperlukan peran serta teman yang aktif pula dalam mengajak sesama temannya berpartisipasi, dengan demikian anak akan memiliki kemampuan sosial yang baik pula. Demikianlah model project based learning dapat dijadikan pilihan model yang dapat dimodifikasi dalam rancangan strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. (Hartini 2017)
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan menerapkan model problem based learning menunjukan keberhasilan yang sangat memuaskan karena mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap siklusnya. Untuk peningkatan tes kemampuan berpikir kritis pada siklus pertama awalnya hanya satu indikator yang mncapai tingkat kekritisan “kritis” dan empat indikator lainya adalah “cukup kritis”. Akan tetapi, pada saat melakukan tindakan pada siklus kedua mengalami peningkatan karena ke empat indikator telah mencapai tingkat kekritisan “kritis” dan satu indikator “cukup kritis”. Selanjutnya dilakukan tindakan pada siklus ketiga peningkatan tes berpikir kritis mencapai tujuan yang diharapkan karena pada tindakan siklus tiga tes kemampuan berpikir kritis sangat memuaskan yaitu dari kelima indikator yang disusun semua berhasil karena mencapai taraf kekritisan “kritis” bahkan satu indikator mencapai tingkat kekritisan “sangat kritis” hal ini menunjukan bahwa nilai yang diperoleh sangat memuaskan dan terjadi peningkatan yang signifikan sehingga tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran telah tercapai. (Vasarhelyi 2017)
Kesimpulan
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan menerapkan model problem based learning menunjukan keberhasilan yang sangat memuaskan karena mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap siklusnya. model project based learning dapat dijadikan pilihan model yang dapat dimodifikasi dalam rancangan strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran problem based instruction pada subtema keindahan alam negeriku dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Respon siswa mengenai pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar sangat positif dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga dapat diisimpulkan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran tersebut memenuhi kriteria praktis.

  

DAFTAR PUSTAKA
Fadhiila, Hayunita Niki, Ali Sunarso, and Mahardika Prasetya Aji. 2016. “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Problem Based Learning Bermuatan Pendidikan Multikultural Untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV Sekolah Dasar.” Jpe 5 (1): 74–80.
Fakhriyah, Fina, Sumaji -, and Mila Roysa. 2016. “Pengaruh Model Problem Based Instruction Dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Konseling Gusjigang 2 (1): 74–80. https://doi.org/10.24176/jkg.v2i1.559.
Hartini, Ayu. 2017. “PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR Ayu Hartini S2-Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya Email : Ayuhartini.New@gmail.Com PENDAHULUAN” 1: 6–16.
Novikasari, Ifada. 2009. “Pengembangan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Open-Ended Di Sekolah Dasar.” Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan 14 (2): 346–64. https://media.neliti.com/media/publications/72862-ID-pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-s.pdf.
Vasarhelyi, Miklos. 2017. “Penerapan Model Problem Based Learning” XI (1): 82–99.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar